Senin, 03 Desember 2012

KEKAYAAN BUDAYA dan PENEMUAN di INDONESIA yang BELUM MENDAPAT HAK PATEN


KEKAYAAN BUDAYA dan PENEMUAN INDONESIA YANG BELUM MENDAPAT HAK PATEN

 

1.        Boneka Si Unyil


Bertahun-tahun Suyadi alias Pak Raden berjuang mendapatkan hak cipta boneka di film Si Unyil dari Perum Produksi Film Negara (PFN). Diproduksi pada 1979 oleh PFN, Si Unyilmerupakan ide Direktur PFN saat itu, G. Dwipayana. Untuk membuat film Si Unyil, G. Dwipayana menggandeng Pak Raden dan Kurnain Suhardiman. Pak Raden menggarap boneka, sementara Kurnain menulis naskah Si Unyil. Saat itu status Pak Raden dan Kurnain bukan sebagai pegawai PFN. Pada Desember 1995, Pak Raden menandatangani perjanjian dengan PFN. Isinya, menyerahkan kepada PFN untuk mengurus hak cipta atas boneka Unyil. Perjanjian itu berlaku selama lima tahun sejak ditandatangani. Menurut Pak Raden, beberapa hari kemudian, perjanjian serupa muncul dengan tanggal yang sama : 14 Desember 1995. Bedanya, perjanjian baru itu tidak mencantumkan masa berlakunya. Pada 23 Desember 1998, Pak Raden menandatangani surat penyerahan hak cipta atas 11 lukisan boneka, termasuk si Unyil, Pak Raden, Pak Ogah, dan lain-lain. Pada 15 Januari 1999, PFN mendapat surat penerimaan permohonan pendaftaran hak cipta dari Direktorat Jenderal Hak Cipta Paten dan Merek Departemen Kehakiman atas 11 tokoh itu. Hingga saat ini Pak Raden belum menerima sepeser pun dari hak cipta boneka yang diciptakannya.


2.                  Keroncong

 

         Kesenian keroncong telah diusulkan untuk dipatenkan atau mendapatkan hak cipta sebagai hasil seni dan budaya Indonesia. Ketua Himpunan Artis Musik Keroncong Indonesia (Hamkri) Kota Solo, Willy Tandio Wibowo mengemukakan ide mematenkan keroncong tersebut telah disampaikan oleh Hamkri Solo kepada Hamkri pusat untuk disampaikan kepada kementerian terkait.
       Dipatenkannya keroncong Indonesia, menurut Willy, dengan harapan agar keroncong dapat tetap menjaga dan melestarikan kesenian sehingga bisa menjadi bagian dari identitas bangsa. “Saat ini tokoh pemerhati dan pecinta musik keroncong, Erman Suparno, sedang berupaya dengan melobi kepada kementerian terkait untuk pematenan keroncong tersebut. Tentunya kami berharap bisa segera terealisasi,” ujar Willy ketika ditemui wartawan di Gedung Dewan, Selasa (4/10).
       Usulan hak cipta untuk musik keroncong tersebut memperoleh dukungan dari anggota DPRD Solo. Anggota Komisi IV DPRD Kota Solo, Hery Jumadi menyatakan dukungannya terhadap upaya mematenkan keroncong. ”Selama ini sudah ada perhatian dari Pemkot dan DPRD berupa dukungan dan pendanaan untuk kegiatan kesenian, salah satunya keroncong. Misalnya saat penyelenggaraan Solo Keroncong Festival (SKF) kemarin, ada anggaran senilai Rp 75 juta,” kata Hery. 
Solo (Solopos.com)


3.    Pempek Palembang 

 

Usulan Budayawan Palembang Djohan Hanafiah agar pempek palembang mendapatkan hak patennya dinilai akan terbentur soal royalti. Yang dibutuhkan adalah bukan hak paten melainkan PP dari UU Folklore yang tengah digodok.

Pendapat Djohan Hanafiah itu sangat baik. Namun, tetap saja akan ada persoalan. Hak Paten terkait juga dengan royalti yang harus dikeluarkan oleh orang atau sekelompok orang, atau perusahaan yang mengusahakan, terutama untuk tujuan dagang dan bisnis, kata budayawan muda Palembang, Yudhy Syarofie, saat dihubungi Minggu (06/09/2009) pagi.
Di sinilah sesungguhnya kita butuh PP, turunan dari UU tentang Folklore yang saat ini sedang digodok, hingga sampai ke Perda. Misalnya, ada aturan yang secara tegas dan jelas mengatakan bahwa karena komunitas atau lembaga adat yang dimaksud berada di Sumsel atau Indonesia bagi orang Palembang atau Sumsel yang mengusahakan pempek serta produk budaya lain yang telah dipatenkan, sehingga akan mendapat kemudahan berupa subsidi royalti bagi WNI (warga negara Indonesia), sambung Yudhy.
WNI (Warga Negara Indonesia) itu, kata Yudhy, harus ditekankan mengingat suatu ketika, saat perdagangan bebas atas nama globalisasi berlaku, akan banyak orang, di luar WNI, yang dapat mengusahakan apa pun di Indonesia.
Lantaran belum dipatenkan, dan menjadi milik umum, makanan pempeksebaiknya mengajukan hak paten atau hak cipta berdasarkan komunitas dari pengelola produk tersebut. Misalnya para pengusaha pempek di Palembang mengajukan pematenan makanan pempek tersebut.
Demikian dikatakan budayawan dan sejarawan Palembang Djohan Hanafiah, dalam sebuah perbincangan, Jumat (04/09/2009). “Bila bukan oleh komunitas pengrajin juga dapat diajukan organisasi adat, misalnya Kerukunan Keluarga Palembang (KKP) yang mengajukan hak patennya,” kata Djohan.
Makanan asli Palembang yakni pempek hingga saat ini belum terdaftar di HKI. Tapi merek yang mendampingi makanan khas sudah banyak yang dipatenkan seperti Pempek Pak Raden dan Pempek Nony. Demikian dijelaskan Kepala Bidang (Kabid) Pelayanan Hukum Kantor Wilayah (Kanwil) Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Sumatra Selatan, Ardiansyah, kepada wartawa, pada Rabu 2 September lalu.


4.        Tari Piring dan Tari Silampari 

MUSI RAWAS—MICOM : Pemerintah Kabupaten Musi Rawas, Provinsi Sumatra Selatan, akan mendaftarkan hak paten Tari Silampari dan Piring Gelas sebagai tarian asli masyarakat setempat. "Selain Tari Piring Gelas dan Tari Silampari kita juga akan mendaftarkan hak paten 70 lagu daerah Musi Rawas sebagai kekayaan budaya lokal ke Ditjen Hak Atas Kekayaan Intelektual atau HAKI pusat melalui HAKI Sumsel," kata Kepala Bidang Kebudayaan pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Musi Rawas, Hamam Sentoso, Kamis (18/10). Pendaftaran hak paten atas kesenian dan budaya di daerah tersebut kata dia, agar tidak ada daerah lain atau negara lain yang nantinya akan mengklaim tarian asal daerah itu sebagai bagian dari kebudayaan mereka. 
Kendati proses turunnya hak paten yang akan mereka ajukan tidak dapat cepat karena bisa makan waktu satu atau dua tahun, namun mereka tetap berusaha agar seluruh kesenian lokal baik aneka tarian, lagu maupun yang lainnya dapat di hak patenkan. 
Tari Piring Gelas dan Tari Silampari kata dia, selama ini ditampilkan pada acara penyambutan tamu dan pada acara kegiatan pemerintah. Tari Piring Gelas biasanya ditarikan oleh remaja yang masih perawan, mereka akan berlenggak-lenggok menari piring di atas piring yang disangga dengan gelas.  Untuk membawakan tarian ini perlukan latihan rutin karena jika salah akan menyebabkan penarinya mengalami cidera, tidak banyak remaja di daerah ini yang bisa membawakannya. Dia menambahkan pihaknya saat ini masih melakukan pendataan di dalam 21 kecamatan di daerah itu, agar aneka kesenian dan kebudayaan lokal yang nyaris punah dapat dikumpulkan selain untuk pengurusan hak paten juga untuk program pelestarian kesenian daerah agar tidak punah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar