KEKAYAAN BUDAYA dan PENEMUAN INDONESIA YANG BELUM MENDAPAT HAK PATEN
1. Boneka Si Unyil
Bertahun-tahun
Suyadi alias Pak Raden berjuang mendapatkan hak cipta boneka di film Si Unyil dari Perum Produksi Film Negara (PFN).
Diproduksi pada 1979 oleh PFN, Si
Unyilmerupakan ide Direktur PFN saat itu, G. Dwipayana. Untuk
membuat film Si Unyil,
G. Dwipayana menggandeng Pak Raden dan Kurnain Suhardiman. Pak Raden menggarap
boneka, sementara Kurnain menulis naskah Si
Unyil. Saat itu status Pak Raden dan Kurnain bukan sebagai pegawai PFN. Pada
Desember 1995, Pak Raden menandatangani perjanjian dengan PFN. Isinya,
menyerahkan kepada PFN untuk mengurus hak cipta atas boneka Unyil. Perjanjian
itu berlaku selama lima tahun sejak ditandatangani. Menurut Pak
Raden, beberapa hari kemudian, perjanjian serupa muncul dengan tanggal yang
sama : 14 Desember 1995. Bedanya, perjanjian baru itu tidak mencantumkan masa
berlakunya. Pada 23
Desember 1998, Pak Raden menandatangani surat penyerahan hak cipta atas 11
lukisan boneka, termasuk si Unyil, Pak Raden, Pak Ogah, dan lain-lain. Pada 15
Januari 1999, PFN mendapat surat penerimaan permohonan pendaftaran hak cipta
dari Direktorat Jenderal Hak Cipta Paten dan Merek Departemen Kehakiman atas 11
tokoh itu. Hingga saat ini Pak Raden belum menerima sepeser pun dari hak cipta
boneka yang diciptakannya.
2. Keroncong
Kesenian keroncong telah diusulkan untuk
dipatenkan atau mendapatkan hak cipta sebagai hasil seni dan budaya Indonesia. Ketua
Himpunan Artis Musik Keroncong Indonesia (Hamkri) Kota Solo, Willy Tandio
Wibowo mengemukakan ide mematenkan keroncong tersebut telah disampaikan oleh
Hamkri Solo kepada Hamkri pusat untuk disampaikan kepada kementerian terkait.
Dipatenkannya keroncong Indonesia,
menurut Willy, dengan harapan agar keroncong dapat tetap menjaga dan
melestarikan kesenian sehingga bisa menjadi bagian dari identitas bangsa. “Saat
ini tokoh pemerhati dan pecinta musik keroncong, Erman Suparno, sedang berupaya
dengan melobi kepada kementerian terkait untuk pematenan keroncong tersebut.
Tentunya kami berharap bisa segera terealisasi,” ujar Willy ketika ditemui
wartawan di Gedung Dewan, Selasa (4/10).
Usulan hak cipta untuk musik keroncong
tersebut memperoleh dukungan dari anggota DPRD Solo. Anggota Komisi IV DPRD
Kota Solo, Hery Jumadi menyatakan dukungannya terhadap upaya mematenkan
keroncong. ”Selama ini sudah ada perhatian dari Pemkot dan DPRD berupa dukungan
dan pendanaan untuk kegiatan kesenian, salah satunya keroncong. Misalnya saat
penyelenggaraan Solo Keroncong Festival (SKF) kemarin, ada anggaran senilai Rp
75 juta,” kata Hery.
Solo
(Solopos.com)
3. Pempek Palembang
Usulan Budayawan Palembang Djohan Hanafiah agar pempek palembang mendapatkan hak patennya dinilai akan terbentur soal royalti. Yang dibutuhkan adalah bukan hak paten melainkan PP dari UU Folklore yang tengah digodok.
Pendapat Djohan Hanafiah itu sangat baik. Namun, tetap saja
akan ada persoalan. Hak Paten terkait juga dengan royalti yang harus
dikeluarkan oleh orang atau sekelompok orang, atau perusahaan yang
mengusahakan, terutama untuk tujuan dagang dan bisnis, kata budayawan muda
Palembang, Yudhy Syarofie, saat dihubungi Minggu (06/09/2009) pagi.
Di sinilah sesungguhnya kita butuh PP, turunan dari UU
tentang Folklore yang saat ini sedang digodok, hingga sampai ke Perda.
Misalnya, ada aturan yang secara tegas dan jelas mengatakan bahwa karena
komunitas atau lembaga adat yang dimaksud berada di Sumsel atau Indonesia bagi
orang Palembang atau Sumsel yang mengusahakan pempek serta produk budaya lain
yang telah dipatenkan, sehingga akan mendapat kemudahan berupa subsidi royalti
bagi WNI (warga negara Indonesia), sambung Yudhy.
WNI (Warga Negara Indonesia) itu, kata Yudhy, harus
ditekankan mengingat suatu ketika, saat perdagangan bebas atas nama globalisasi
berlaku, akan banyak orang, di luar WNI, yang dapat mengusahakan apa pun di
Indonesia.
Lantaran
belum dipatenkan, dan menjadi milik umum, makanan pempeksebaiknya
mengajukan hak paten atau hak cipta berdasarkan komunitas dari pengelola produk
tersebut. Misalnya para pengusaha pempek di Palembang mengajukan pematenan
makanan pempek tersebut.
Demikian dikatakan budayawan dan sejarawan Palembang Djohan
Hanafiah, dalam sebuah perbincangan, Jumat (04/09/2009). “Bila bukan oleh
komunitas pengrajin juga dapat diajukan organisasi adat, misalnya Kerukunan
Keluarga Palembang (KKP) yang mengajukan hak patennya,” kata Djohan.
Makanan asli Palembang yakni pempek hingga saat ini belum
terdaftar di HKI. Tapi merek yang mendampingi makanan khas sudah banyak yang
dipatenkan seperti Pempek Pak Raden dan Pempek Nony. Demikian dijelaskan Kepala
Bidang (Kabid) Pelayanan Hukum Kantor Wilayah (Kanwil) Departemen Hukum dan Hak
Asasi Manusia (HAM) Sumatra Selatan, Ardiansyah, kepada wartawa, pada Rabu 2
September lalu.
4.
Tari Piring dan Tari Silampari
MUSI
RAWAS—MICOM : Pemerintah
Kabupaten Musi Rawas, Provinsi Sumatra Selatan, akan mendaftarkan hak paten
Tari Silampari dan Piring Gelas sebagai tarian asli masyarakat setempat. "Selain
Tari Piring Gelas dan Tari Silampari kita juga akan mendaftarkan hak paten 70
lagu daerah Musi Rawas sebagai kekayaan budaya lokal ke Ditjen Hak Atas
Kekayaan Intelektual atau HAKI pusat melalui HAKI Sumsel," kata Kepala
Bidang Kebudayaan pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Musi Rawas, Hamam
Sentoso, Kamis (18/10). Pendaftaran
hak paten atas kesenian dan budaya di daerah tersebut kata dia, agar tidak ada
daerah lain atau negara lain yang nantinya akan mengklaim tarian asal daerah
itu sebagai bagian dari kebudayaan mereka.
Kendati
proses turunnya hak paten yang akan mereka ajukan tidak dapat cepat karena bisa
makan waktu satu atau dua tahun, namun mereka tetap berusaha agar seluruh
kesenian lokal baik aneka tarian, lagu maupun yang lainnya dapat di hak
patenkan.
Tari
Piring Gelas dan Tari Silampari kata dia, selama ini ditampilkan pada acara
penyambutan tamu dan pada acara kegiatan pemerintah. Tari Piring Gelas biasanya
ditarikan oleh remaja yang masih perawan, mereka akan berlenggak-lenggok menari
piring di atas piring yang disangga dengan gelas. Untuk
membawakan tarian ini perlukan latihan rutin karena jika salah akan menyebabkan
penarinya mengalami cidera, tidak banyak remaja di daerah ini yang bisa
membawakannya. Dia
menambahkan pihaknya saat ini masih melakukan pendataan di dalam 21 kecamatan
di daerah itu, agar aneka kesenian dan kebudayaan lokal yang nyaris punah dapat
dikumpulkan selain untuk pengurusan hak paten juga untuk program pelestarian
kesenian daerah agar tidak punah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar